
Kisah ini berawal dari keberanian mantan muridku, Aldo. Tampaknya sejak SD dia sudah sering mengintip dan memperhatikan tubuhku yang molek. Sebenernya cerita dewasa ini tak layak diceritakan. Tapi, apa mau dikata perbuatan itu telah kami lakukan, dan kenikmatan itu ingin kami bagikan disini.
“Aarrgghhh…!!!” aku menjerit.
“Aku hampir keluar!” Aldo bergumam. Gerakannya langsung cepat dan kuat. Aku tidak bisa bergoyang dalam posisi seperti itu, maka aku pasrah saja, menikmati gecakan-gecakan keras batang kemaluan Aldo. Kedua tanganku mencengkeram sprei kuat-kuat.
“Aku hampir keluar!” Aldo bergumam. Gerakannya langsung cepat dan kuat. Aku tidak bisa bergoyang dalam posisi seperti itu, maka aku pasrah saja, menikmati gecakan-gecakan keras batang kemaluan Aldo. Kedua tanganku mencengkeram sprei kuat-kuat.
“Terus, Sayang…, teruuusss…!”desahku.
“Ooohhh, enak sekali…, aku keenakan…, enak ‘bercinta’ sama Ibu!” Erang Aldo
“Ibu juga, Ibu juga, vagina Ibu keenakaan…!” Balasku.
“Aku sudah hampir keluar, Buu…, vagina Ibu enak bangeet… ”
“Ibu juga mau keluar lagi, tahan dulu! Teruss…, yaah, aku juga mau keluarr!”
“Ooohhh, enak sekali…, aku keenakan…, enak ‘bercinta’ sama Ibu!” Erang Aldo
“Ibu juga, Ibu juga, vagina Ibu keenakaan…!” Balasku.
“Aku sudah hampir keluar, Buu…, vagina Ibu enak bangeet… ”
“Ibu juga mau keluar lagi, tahan dulu! Teruss…, yaah, aku juga mau keluarr!”
Namaku Indah, tinggi 160 sentimeter,
berat 56 kilogram, lingkar pinggang 65 sentimeter. Secara keseluruhan,
sosokku kencang, garis tubuhku tampak bila mengenakan pakaian yang ketat
terutama pakaian senam. Aku adalah Ibu dari dua anak berusia 44 tahun
dan bekerja sebagai seorang guru disebuah SLTA di kota S.
Kata orang tahi lalat di daguku seperti
Berliana Febriyanti, dan bentuk tubuhku mirip Minati Atmanegara yang
tetap kencang di usia yang semakin menua. Mungkin mereka ada benarnya,
tetapi aku memiliki payudara yang lebih besar sehingga terlihat lebih
menggairahkan dibanding artis yang kedua. Semua karunia itu kudapat
dengan olahraga yang teratur.
Kira-kira 6 tahun yang lalu saat usiaku
masih 38 tahun salah seorang sehabatku menitipkan anaknya yang ingin
kuliah di tempatku, karena ia teman baikku dan suamiku tidak keberatan
akhirnya aku menyetujuinya. Nama pemuda itu Aldo, kulitnya kuning
langsat dengan tinggi 173 cm. Badannya kurus kekar karena Aldo seorang
atlit karate di tempatnya. Oh ya, Aldo ini pernah menjadi muridku saat
aku masih menjadi guru SD.
Aldo sangat sopan dan tahu diri. Dia
banyak membantu pekerjaan rumah dan sering menemani atau mengantar kedua
anakku jika ingin bepergian. Dalam waktu sebulan saja dia sudah menyatu
dengan keluargaku, bahkan suamiku sering mengajaknya main tenis
bersama. Aku juga menjadi terbiasa dengan kehadirannya, awalnya aku
sangat menjaga penampilanku bila di depannya. Aku tidak malu lagi
mengenakan baju kaos ketat yang bagian dadanya agak rendah, lagi pula
Aldo memperlihatkan sikap yang wajar jika aku mengenakan pakaian yang
agak menonjolkan keindahan garis tubuhku.
Sekitar 3 bulan setelah kedatangannya,
suamiku mendapat tugas sekolah S-2 keluar negeri selama 2, 5 tahun. Aku
sangat berat melepasnya, karena aku bingung bagaimana menyalurkan
kebutuhan sex-ku yang masih menggebu-gebu. Walau usiaku sudah tidak muda
lagi, tapi aku rutin melakukannya dengan suamiku, paling tidak seminggu
5 kali. Mungkin itu karena olahraga yang selalu aku jalankan, sehingga
hasrat tubuhku masih seperti anak muda. Dan kini dengan kepergiannya
otomatis aku harus menahan diri.
Awalnya biasa saja, tapi setelah 2 bulan
kesepian yang amat sangat menyerangku. Itu membuat aku menjadi
uring-uringan dan menjadi malas-malasan. Seperti minggu pagi itu, walau
jam telah menunjukkan angka 9. Karena kemarin kedua anakku minta diantar
bermalam di rumah nenek mereka, sehingga hari ini aku ingin tidur
sepuas-puasnya. Setelah makan, aku lalu tidur-tiduran di sofa di depan
TV. Tak lama terdengar suara pintu dIbuka dari kamar Aldo.
Kudengar suara langkahnya mendekatiku.
“Bu Dah..?” Suaranya berbisik, aku diam
saja. Kupejamkan mataku makin erat. Setelah beberapa saat lengang,
tiba-tiba aku tercekat ketika merasakan sesuatu di pahaku. Kuintip
melalui sudut mataku, ternyata Aldo sudah berdiri di samping ranjangku,
dan matanya sedang tertuju menatap tubuhku, tangannya memegang bagian
bawah gaunku, aku lupa kalau aku sedang mengenakan baju tidur yang
tipis, apa lagi tidur telentang pula. Hatiku menjadi berdebar-debar tak
karuan, aku terus berpura-pura tertidur.
“Bu Dah..?” Suara Aldo terdengar keras, kukira dia ingin memastikan apakah tidurku benar-benar nyeyak atau tidak.
Aku memutuskan untuk pura-pura tidur. Kurasakan gaun tidurku tersingkap semua sampai keleher.
Lalu kurasakan Aldo mengelus bibirku,
jantungku seperti melompat, aku mencoba tetap tenang agar pemuda itu
tidak curiga. Kurasakan lagi tangan itu mengelus-elus ketiakku, karena
tanganku masuk ke dalam bantal otomatis ketiakku terlihat. Kuintip lagi,
wajah pemuda itu dekat sekali dengan wajahku, tapi aku yakin ia belum
tahu kalau aku pura-pura tertidur kuatur napas selembut mungkin.
Lalu kurasakan tangannya menelusuri
leherku, bulu kudukku meremang geli, aku mencoba bertahan, aku ingin
tahu apa yang ingin dilakukannya terhadap tubuhku. Tak lama kemuadian
aku merasakan tangannya meraba buah dadaku yang masih tertutup BH
berwarna hitam, mula-mula ia cuma mengelus-elus, aku tetap diam sambil
menikmati elusannya, lalu aku merasakan buah dadaku mulai diremas-remas,
aku merasakan seperti ada sesuatu yang sedang bergejolak di dalam
tubuhku, aku sudah lama merindukan sentuhan laki-laki dan kekasaran
seorang pria. Aku memutuskan tetap diam sampai saatnya tiba.
Sekarang tangan Aldo sedang berusaha
membuka kancing BH-ku dari depan, tak lama kemudian kurasakan tangan
dingin pemuda itu meremas dan memilin puting susuku. Aku ingin merintih
nikmat tapi nanti amalah membuatnya takut, jadi kurasakan remasannya
dalam diam. Kurasakan tangannya gemetar saat memencet puting susuku,
kulirik pelan, kulihat Aldo mendekatkan wajahnya ke arah buah dadaku.
Lalu ia menjilat-jilat puting susuku, tubuhku ingin menggeliat merasakan
kenikmatan isapannya, aku terus bertahan. Kulirik puting susuku yang
berwarna merah tua sudah mengkilat oleh air liurnya, mulutnya terus
menyedot puting susuku disertai gigitan-gigitan kecil. Perasaanku campur
aduk tidak karuan, nikmat sekali.
Tangan kanan Aldo mulai menelusuri
selangkanganku, lalu kurasakan jarinya meraba vaginaku yang masih
tertutup CD, aku tak tahu apakah vaginaku sudah basah apa belum. Yang
jelas jari-jari Aldo menekan-nekan lubang vaginaku dari luar CD, lalu
kurasakan tangannya menyusup masuk ke dalam CD-ku. Jantungku berdetak
keras sekali, kurasakan kenikmatan menjalari tubuhku. Jari-jari Aldo
mencoba memasuki lubang vaginaku, lalu kurasakan jarinya amblas masuk ke
dalam, wah nikmat sekali. Aku harus mengakhiri Aldowaraku, aku sudah
tak tahan lagi, kubuka mataku sambil menyentakkan tubuhku.
“Aldo!! Ngapain kamu?”
Aku berusaha bangun duduk, tapi tangan
Aldo menekan pundakku dengan keras. Tiba-tiba Aldo mecium mulutku
secepat kilat, aku berusaha memberontak dengan mengerahkan seluruh
tenagaku. Tapi Aldo makin keras menekan pundakku, malah sekarang pemuda
itu menindih tubuhku, aku kesulitan bernapas ditindih tubuhnya yang
besar dan kekar berotot. Kurasakan mulutnya kembali melumat mulutku,
lidahnya masuk ke dalam mulutku, tapi aku pura-pura menolak.
“Bu.., maafkan saya. Sudah lama saya
ingin merasakan ini, maafkan saya Bu… ” Aldo melepaskan ciumannya lalu
memandangku dengan pandangan meminta.
“Kamu kan bisa denagan teman-teman kamu yang masih muda. Ibukan sudah tua,” Ujarku lembut.
“Tapi saya sudah tergila-gila dengan Bu
Dah.. Saat SD saya sering mengintip BH yang Ibu gunakan… Saya akan
memuaskan Ibu sepuas-puasnya,” jawab Aldo.
“Ah kamu… Ya sudah terserah kamu sajalah”
Aku pura-pura menghela napas panjang, padahal tubuhku sudah tidak tahan ingin dijamah olehnya.
Lalu Aldo melumat bibirku dan
pelan-pelan aku meladeni permainan lidahnya. Kedua tangannya
meremas-remas pantatku. Untuk membuatnya semakin membara, aku minta izin
ke WC yang ada di dalam kamar tidurku. Di dalam kamar mandi, kubuka
semua pakaian yang ada di tubuhku, kupandangi badanku di cermin.
Benarkah pemuda seperti Aldo terangsang melihat tubuhku ini? Perduli
amat yang penting aku ingin merasakan bagaimana sich bercinta dengan
remaja yang masih panas.
Keluar dari kamar mandi, Aldo persis
masuk kamar. Matanya terbeliak melihat tubuh sintalku yang tidak
berpenutup sehelai benangpun.
“Body Ibu bagus banget.. ” dia memuji
sembari mengecup putting susuku yang sudah mengeras sedari tadi. Tubuhku
disandarkannya di tembok depan kamar mandi. Lalu diciuminya sekujur
tubuhku, mulai dari pipi, kedua telinga, leher, hingga ke dadaku.
Sepasang payudara montokku habis diremas-remas dan diciumi. Putingku
setengah digigit-gigit, digelitik-gelitik dengan ujung lidah, juga
dikenyot-kenyot dengan sangat bernafsu.
“Ibu hebat…,” desisnya.
“Apanya yang hebat..?” Tanyaku sambil mangacak-acak rambut Aldo yang panjang seleher.
“Badan Ibu enggak banyak berubah dibandingkan saya SD dulu” Katanya sambil terus melumat puting susuku. Nikmat sekali.
“Itu karena Ibu teratur olahraga”
jawabku sembari meremas tonjolan kemaluannya. Dengan bergegas kuloloskan
celana hingga celana dalamnya. Mengerti kemauanku, dia lalu duduk di
pinggir ranjang dengan kedua kaki mengangkang. DIbukanya sendiri baju
kaosnya, sementara aku berlutut meraih batang penisnya, sehingga kini
kami sama-sama bugil.
Agak lama aku mencumbu kemaluannya, Aldo minta gantian, dia ingin mengerjai vaginaku.
“Masukin aja yuk, Ibu sudah ingin ngerasain penis kamu San!” Cegahku sambil menciumnya.
Aldo tersenyum lebar. “Sudah enggak sabar ya ?” godanya.
“Kamu juga sudah enggak kuatkan sebenarnya San,” Balasku sambil mencubit perutnya yang berotot.
Aldo tersenyum lalu menarik tubuhku.
Kami berpelukan, berciuman rapat sekali, berguling-guling di atas
ranjang. Ternyata Aldo pintar sekali bercumbu. Birahiku naik semakin
tinggi dalam waktu yang sangat singkat. Terasa vaginaku semakin
berdenyut-denyut, lendirku kian membanjir, tidak sabar menanti terobosan
batang kemaluan Aldo yang besar.
Berbeda dengan suamiku, Aldo nampaknya
lebih sabar. Dia tidak segera memasukkan batang penisnya, melainkan
terus menciumi sekujur tubuhku. Terakhir dia membalikkan tubuhku hingga
menelungkup, lalu diciuminya kedua pahaku bagian belakang, naik ke
bongkahan pantatku, terus naik lagi hingga ke tengkuk. Birahiku
menggelegak-gelegak.
Aldo menyelipkan tangan kirinya ke bawah
tubuhku, tubuh kami berimpitan dengan posisi aku membelakangi Aldo,
lalu diremas-remasnya buah dadaku. Lidahnya terus menjilat-jilat
tengkuk, telinga, dan sesekali pipiku. Sementara itu tangan kanannya
mengusap-usap vaginaku dari belakang. Terasa jari tengahnya menyusup
lembut ke dalam liang vaginaku yang basah merekah.
“Vagina Ibu bagus, tebel, pasti enak
‘bercinta’ sama Ibu…,” dia berbisik persis di telingaku. Suaranya sudah
sangat parau, pertanda birahinya pun sama tingginya dengan aku. Aku
tidak bisa bereaksi apapun lagi. Kubiarkan saja apapun yang dilakukan
Aldo, hingga terasa tangan kanannya bergerak mengangkat sebelah pahaku.
Mataku terpejam rapat, seakan tak dapat
lagi membuka. Terasa nafas Aldo semakin memburu, sementara ujung
lidahnya menggelitiki lubang telingaku. Tangan kirinya menggenggam dan
meremas gemas buah dadaku, sementara yang kanan mengangkat sebelah
pahaku semakin tinggi. Lalu…, terasa sebuah benda tumpul menyeruak masuk
ke liang vaginaku dari arah belakang. Oh, my God, dia telah memasukkan
rudalnya…!!!
Sejenak aku tidak dapat bereaksi sama
sekali, melainkan hanya menggigit bibir kuat-kuat. Kunikmati inci demi
inci batang kemaluan Aldo memasuki liang vaginaku. Terasa penuh, nikmat
luar biasa.
“Oohh…,” sesaat kemudian aku mulai
bereaksi tak karuan. Tubuhku langsung menggerinjal-gerinjal, sementara
Aldo mulai memaju mundurkan tongkat wasiatnya. Mulutku mulai
merintih-rintih tak terkendali.
“Saann, penismu enaaak…!!!,” kataku setengah menjerit.
Aldo tidak menjawab, melainkan terus
memaju mundurkan rudalnya. Gerakannya cepat dan kuat, bahkan cenderung
kasar. Tentu saja aku semakin menjerit-jerit dibuatnya. Batang penisnya
yang besar itu seperti hendak membongkar liang vaginaku sampai ke dasar.
“Oohh…, toloongg.., gustii…!!!”
Aldo malah semakin bersemangat mendengar jerit dan rintihanku. Aku semakin erotis.
“Aahh, penismu…, oohh, aarrghh…, penismuu…, oohh…!!!”
Aldo terus menggecak-gecak. Tenaganya
kuat sekali, apalagi dengan batang penis yang luar biasa keras dan kaku.
Walaupun kami bersetubuh dengan posisi menyamping, nampaknya Aldo sama
sekali tidak kesulitan menyodokkan batang kemaluannya pada vaginaku.
Orgasmeku cepat sekali terasa akan meledak.
“Ibu mau keluar! Ibu mau keluaaar!!” aku menjerit-jerit.
“Yah, yah, yah, aku juga, aku juga! Enak banget ‘bercinta’ sama Ibu!” Aldo menyodok-nyodok semakin kencang.
“Sodok terus, Saann!!!… Yah, ooohhh, yahh, ugghh!!!”
“Teruuss…, arrgghh…, sshh…, ohh…, sodok terus penismuuu…!”
“Oh, ah, uuugghhh… ”
“Enaaak…, penis kamu enak, penis kamu sedap, yahhh, teruuusss…”
Pada detik-detik terakhir, tangan
kananku meraih pantat Aldo, kuremas bongkahan pantatnya, sementara paha
kananku mengangkat lurus tinggi-tinggi. Terasa vaginaku berdenyut-denyut
kencang sekali. Aku orgasme!
Sesaat aku seperti melayang, tidak ingat
apa-apa kecuali nikmat yang tidak terkatakan. Mungkin sudah ada lima
tahun aku tak merasakan kenikmatan seperti ini. Aldo mengecup-ngecup
pipi serta daun telingaku. Sejenak dia membiarkan aku mengatur nafas,
sebelum kemudian dia memintaku menungging. Aku baru sadar bahwa ternyata
dia belum mencapai orgasme.
Kuturuti permintaan Aldo. Dengan agak
lunglai akibat orgasme yang luar biasa, kuatur posisi tubuhku hingga
menungging. Aldo mengikuti gerakanku, batang kemaluannya yang besar dan
panjang itu tetap menancap dalam vaginaku.
Lalu perlahan terasa dia mulai mengayun
pinggulnya. Ternyata dia luar biasa sabar. Dia memaju mundurkan gerak
pinggulnya satu-dua secara teratur, seakan-akan kami baru saja memulai
permainan, padahal tentu perjalanan birahinya sudah cukup tinggi tadi.
Aku menikmati gerakan maju-mundur penis
Aldo dengan diam. Kepalaku tertunduk, kuatur kembali nafasku. Tidak
berapa lama, vaginaku mulai terasa enak kembali. Kuangkat kepalaku,
menoleh ke belakang. Aldo segera menunduk, dikecupnya pipiku.
“San.. Kamu hebat banget.. Ibu kira tadi kamu sudah hampir keluar,” kataku terus terang.
“Emangnya Ibu suka kalau aku cepet keluar?” jawabnya lembut di telingaku.
Aku tersenyum, kupalingkan mukaku lebih
ke belakang. Aldo mengerti, diciumnya bibirku. Lalu dia menggenjot lebih
cepat. Dia seperti mengetahui bahwa aku mulai keenakan lagi. Maka
kugoyang-goyang pinggulku perlahan, ke kiri dan ke kanan.
Aldo melenguh. Diremasnya kedua bongkah
pantatku, lalu gerakannya jadi lebih kuat dan cepat. Batang kemaluannya
yang luar biasa keras menghunjam-hunjam vaginaku. Aku mulai
mengerang-erang lagi.
“Oorrgghh…, aahh…, ennaak…, penismu enak bangeett… Ssann!!”
Aldo tidak bersuara, melainkan
menggecak-gecak semakin kuat. Tubuhku sampai terguncang-guncang. Aku
menjerit-jerit. Cepat sekali, birahiku merambat naik semakin tinggi.
Kurasakan Aldo pun kali ini segera akan mencapai klimaks. Maka kuimbangi
gerakannya dengan menggoyangkan pinggulku cepat-cepat. Kuputar-putar
pantatku, sesekali kumajumundurkan berlawanan dengan gerakan Aldo.
Pemuda itu mulai mengerang-erang pertanda dia pun segera akan orgasme.
Tiba-tiba Aldo menyuruhku berbalik.
Dicabutnya penisnya dari kemaluanku. Aku berbalik cepat. Lalu
kukangkangkan kedua kakiku dengan setengah mengangkatnya. Aldo langsung
menyodokkan kedua dengkulnya hingga merapat pada pahaku. Kedua kakiku
menekuk mengangkang. Aldo memegang kedua kakiku di bawah lutut, lalu
batang penisnya yang keras menghunjam mulut vaginaku yang menganga.
“Aarrgghhh…!!!” aku menjerit.
“Aku hampir keluar!” Aldo bergumam.
Gerakannya langsung cepat dan kuat. Aku tidak bisa bergoyang dalam
posisi seperti itu, maka aku pasrah saja, menikmati gecakan-gecakan
keras batang kemaluan Aldo. Kedua tanganku mencengkeram sprei kuat-kuat.
“Terus, Sayang…, teruuusss…!”desahku.
“Ooohhh, enak sekali…, aku keenakan…, enak ‘bercinta’ sama Ibu!” Erang Aldo
“Ibu juga, Ibu juga, vagina Ibu keenakaan…!” Balasku.
“Aku sudah hampir keluar, Buu…, vagina Ibu enak bangeet… ”
“Ibu juga mau keluar lagi, tahan dulu! Teruss…, yaah, aku juga mau keluarr!”
“Ah, oh, uughhh, aku enggak tahan, aku enggak tahan, aku mau keluaaar…!”
“Yaahh teruuss, sodok teruss!!! Ibu enak
enak, Ibu enak, Saann…, aku mau keluar, aku mau keluar, vaginaku
keenakan, aku keenakan ‘bercinta’ sama kamu…, yaahh…, teruss…,
aarrgghh…, ssshhh…, uughhh…, aarrrghh!!!”
Tubuhku mengejang sesaat sementara otot
vaginaku terasa berdenyut-denyut kencang. Aku menjerit panjang, tak
kuasa menahan nikmatnya orgasme. Pada saat bersamaan, Aldo menekan
kuat-kuat, menghunjamkan batang kemaluannya dalam-dalam di liang
vaginaku.
“Oohhh…!!!” dia pun menjerit, sementara
terasa kemaluannya menyembur-nyemburkan cairan mani di dalam vaginaku.
Nikmatnya tak terkatakan, indah sekali mencapai orgasme dalam waktu
persis bersamaan seperti itu.
Lalu tubuh kami sama-sama melunglai,
tetapi kemaluan kami masih terus bertautan. Aldo memelukku mesra sekali.
Sejenak kami sama-sama sIbuk mengatur nafas.
“Enak banget,” bisik Aldo beberapa saat kemudian.
“Hmmm…” Aku menggeliat manja. Terasa batang kemaluan Aldo bergerak-gerak di dalam vaginaku.
“Vagina Ibu enak banget, bisa nyedot-nyedot gitu…”
“Apalagi penis kamu…, gede, keras, dalemmm…”
Aldo bergerak menciumi aku lagi. Kali
ini diangkatnya tangan kananku, lalu kepalanya menyusup mencium
ketiakku. Aku mengikik kegelian. Aldo menjilati keringat yang membasahi
ketiakku. Geli, tapi enak. Apalagi kemudian lidahnya terus
menjulur-julur menjilati buah dadaku.
Aldo lalu menetek seperti bayi. Aku
mengikik lagi. Putingku dihisap, dijilat, digigit-gigit kecil. Kujambaki
rambut Aldo karena kelakuannya itu membuat birahiku mulai
menyentak-nyentak lagi. Aldo mengangkat wajahnya sedikit, tersenyum
tipis, lalu berkata,
“Aku bisa enggak puas-puas ‘bercinta’ sama Ibu… Ibu juga suka kan?”
Aku tersenyum saja, dan itu sudah cukup
bagi Aldo sebagai jawaban. Alhasil, seharian itu kami bersetubuh lagi.
Setelah break sejenak di sore hari malamnya Aldo kembali meminta jatah
dariku. Sedikitnya malam itu ada 3 ronde tambahan yang kami mainkan
dengan entah berapa kali aku mencapai orgasme. Yang jelas, keesokan
paginya tubuhku benar-benar lunglai, lemas tak bertenaga.
Hampir tidak tidur sama sekali, tapi aku
tetap pergi ke sekolah. Di sekolah rasanya aku kuyu sekali. Teman-teman
banyak yang mengira aku sakit, padahal aku justru sedang happy, sehabis
bersetubuh sehari semalam dengan bekas muridku yang perkasa.
0 comments:
Post a Comment